Sabtu, 04 Februari 2012

"Siapa Menduga, Emak dan Abah Pergi Haji"


Ini kisah 'real' yang terjadi pada emak dan abah beberapa tahun yang lalu. Kisah ini berawal ketika abah dan emak berniat menjual sebidang tanah mereka..
Tanah yang akan dijual tersebut memang tak begitu luas, karena itu emak dan abah sempat pesimis. Meski dijual dengan harga murah  sekali pun,  "Apa mungkin ada, orang yang berniat membelinya?".

Suatu hari datang seorang pria separuh baya ditemani sopirnya, berniat ingin membeli tanah tersebut. Kebetulan dirumah hanya ada emak, karena si abah sedang pergi bekerja. Pria tersebut kemudian menyampaikan maksud kedatangannya. Emak lantas merasa senang dan menyambut baik rencana orang itu.

Masalah harga sudah dibicarakan langsung oleh emak dan  ternyata pria separuh baya itu setuju. Setelah cukup lama membahas tentang jual beli tanah itu, akhirnya pria itu berpamitan pulang. Sesampainya didepan pagar terdengar pria itu bertanya pada sopirnya..
"Apa mereka sudah pernah pergi haji?"
Si sopir kemudian menjawab..
"Sepertinya belum, Pak.." Simpul si sopir yang  waktu itu melihat penampilan emak tanpa kerudung.

Mendadak pria itu berbalik arah dan kembali mendekati emak..
"Apa ibu dan suami, sudah pernah pergi haji?"
           "Belum pernah, Pak.." Jawab emak, sedikit heran dengan pertayaan pria itu.
"Kalau begitu, ibu dan suami siapkan saja persyaratannya. Saya yang akan menanggung biaya keberangkatan ibu dan suami berhaji.."

Mendengar itu, emak hanya tersenyum. Emak tak menanggapi ucapan pria itu dengan serius. Emak fikir pria ini sedang mengajaknya bercanda. Lalu pria itu, mengulangi ucapannya..
"Lebih baik segera hubungi suami ibu, minta agar beliau segera mempersiapkan persyaratannya. Ibu tenang saja, biaya keberangkatan pergi haji tak akan saya potong dari harga jual tanah itu.."

Emak semakin tak percaya. Emak terus saja meyakinkan ucapan pria itu, "Apakah hanya bercanda?". Pria itu malah balik meyakinkan emak untuk segera mempersiapkan persyaratan pendaftaran pergi haji tahun ini. Bagaimana emak bisa percaya, jika pendaftaran haji saja akan ditutup tiga hari lagi. Tapi pria itu, tetap saja meyakinkan janjinya pada emak.

Setelah pria itu pergi..
Emak dengan tangan gemetar, langsung menghubungi abah yang sedang bekerja. Emak menceritakan semuanya ke abah. Tapi respon abah sama, ia hanya tertawa. Abah meminta agar emak jangan semudah itu percaya. Emak pun menuruti, apa kata abah.

Sesampainya abah dirumah, emak kembali menceritakan hal tersebut. Abah hanya tertawa, seperti sebelumnya. Sampai akhirnya telpon rumah berbunyi. Ternyata telepon itu dari pria yang berniat membeli tanah juga memberangkatkan haji emak dan abah. Emak langsung memberikan ganggang telepon itu ke abah. Lalu abah mulai berbicara dengan pria tersebut.

Setelah lumayan lama berbicara dengan pria itu, abah menutup ganggang teleponnya. Kemudian abah berkata pada emak , besok mereka harus segera mempersiapkan persyaratan keberangkatan haji tersebut. Terlihat jika raut wajah abah kali ini, sangat serius. Emak yang mendengarnya pun, semakin tak percaya.

Keesokan harinya emak dan abah bergegas mengurus keberangkatan haji mereka. Hanya dalam waktu satu hari, urusan pendaftaran selesai. Uang keberangkatan mereka juga sudah dibayar secara cash oleh pria si pembeli tanah tersebut. Pria itu juga sudah membayar uang tanah, sesuai harga awal tanah tanpa dikurangi.

Akhirnya emak dan abah sudah sah, akan berangkat haji tahun ini. Tapi ada satu hal yang membuat emak dan abah merasa tak enak hati. Bagaimana bisa mereka pergi haji dengan perasaan tenang, jika masih banyak uang pinjaman mereka yang belum dibayar. Apa kata orang-orang nanti? Pergi haji bisa, tapi membayar uang pinjaman tak bisa? Kemudian emak dan abah terfikir, menggunakan uang hasil jual tanah tersebut untuk melunasi uang  yang dulu pernah dipinjam mereka kebeberapa orang. 

Setelah melunasi semua pinjaman, uang hasil jual tanah hanya tersisa sedikit. Emak dan abah lalu memutuskan meninggalkan uang tersebut untuk keperluan kami (anak-anaknya) selama mereka tinggal pergi haji. Itu artinya, emak dan abah tak akan membawa uang tersebut untuk keperluan mereka saat berangkat nanti. Jangankan untuk memikirkan uang, keperluan seperti pakaian dan perlengkapan haji pun  belum mereka beli karena keberangkatan ini tak pernah direncanakan sebelumnya. Tapi dengan penuh tawakkal, emak dan abah tetap meyakinkan dirinya untuk pergi berhaji.

Berselang beberapa minggu, emak dan abah mengadakan acara syukuran karena akan pergi berangkat haji. Di saat itu lah, tanpa di duga banyak orang yang membawa berbagai macam perlengkapan haji. Mulai dari jilbab, surban, baju, sarung tangan, kain, mukena, sajadah, bahkan sepatu. Betapa beruntungnya emak dan abah, ketika mereka tak dapat membeli barang-barang tersebut tanpa diduga orang-orang datang begitu saja memberinya. 

Dengan persiapan sesingkat itu, tak pernah terfikir dalam benak emak dan abah akan berangkat haji seperti ini. Jika Tuhan sudah berkehendak,  ternyata kita tak akan pernah bisa mempercepat atau memperlambatnya. Jika Tuhan berkata "Jadi..", maka "Jadilah.." ia..

Tidak ada komentar: